Tuesday, November 04, 2008

Kisah Tentang Awan : Berisik, Alkohol, Kilat, Adrenaline dan Libido [Kisah 3]

Seminggu berlalu sudah sejak hari ulang tahun Awan. Dan seperti biasa, ia masih terjebak di rutinitas yang monoton. Tapi kali ini ada yang beda. Sesuatu yang akan membawa perubahan dalam masa depannya, sesuatu yang berakar dari masa lalunya.



****
DUM DUM DUM DUM DUM
Dentaman suara bass itu liar dan tak terkendali. Kepalaku pusing, tapi bukan oleh suara bising itu. Melainkan oleh alkohol bajingan yang malah membuatku semakin haus setiap kali meneguknya. Raga penuh liuran keringat itu juga menjadi penambah rasa pusingku. Warna warni kilat lampu membuatku memicingkan mata. Dan tubuhku membuat wanita-wanita ini semakin liar padaku.

Perkenalkan, yang bergaun ketat merah ini bernama Icha, entah itu nama sebenarnya atau tidak, tapi itu yang diteriakkannya tadi sambil menjilat kupingku. Wanita pendek yang terus menerus meneguk gelas minumannya yang tak habis-habis ini bernama Vonny, dan aku sudah tak suka padanya sejak pertama bersalamanan dengannya. Vika, gadis yang aku yakin sudah tak gadis lagi ini yang cukup menarik perhatianku. Balutan busana dengan warna kesukaanku, rambut ikal panjang hitam legam, tubuh semampai dan senyum nakalnya cukup sudah menjadi alasanku tetap berada ditempat itu.

Ah, bodohnya aku. Aku lupa memberitahu kalian. Cunrad yang mengundang kami semua kesini. Aku, Pak Fajar bos divisi ku, Fanny sekretarisnya, Bambang, rekan satu cubicle ku, beberapa rekan dari divisi lain dan tentu saja, beberapa orang rekan wanita Cunrad. Yang tiga orang diantaranya sudah aku perkenalkan di atas. Mengapa hanya tiga? Sebab hanya Icha dan Vonny yang terus dengan niatnya menggeliat pada tubuhku, dan Vika yang menjadi penghalang rencana pulangku.

Sebenarnya aku enggan, berada disana, melihat rahasia umum kantorku, dimana lelaki berperut buncit itu tak ada bosannya terus memakan bibir tipis Fanny. Ah, Pak Fajar memang tidak ambil peduli dengan semua itu. Toh istrinya juga tidak pernah mau tahu. Karena mungkin saja disaat yang bersamaan istrinya tengah melenguh, bermandikan peluh dan desah. Aku malas berada ditempat itu, suara bising itu kasar bagi kupingku. Merobek-robek. Mencabik-cabik. Dan mataku perih tertusuk kilat cahaya sialan itu.

Tapi Vika berhasil memikatku. Bahkan saat aku berbicara pada Cunrad selaku tuan rumah, mengenai rencanaku pulang, senyuman dan hembusan nafasnya di pipiku membuatku mengurungkan niatku. Bahkan saat tangannya menarik tanganku untuk sedikit menjauh dari kerumunan, aku pun menurut. Ia minta ditemani ke toilet, katanya. Sambil menunggu di depan toilet, pemandangan beragam kutemui, mulai dari wajah-wajah pucat ingin muntah, wanita yang keluar toilet dengan baju berantakan dan berjalan sempoyongan, hingga dua laki-laki bergandengan mesra. Dan ditengah dunia baru itu, bisikkan Vika terdengar lagi.

Aku harus mendekatkan kupingku pada bibirnya, hanya untuk meminta dia mengulang perkataannya. Tapi bahkan setelah aku cukup jelas mendengarnya, aku tetap meminta dia mengulanginya. Aku takut salah dengar. Apa benar dia tadi bilang kalau dia ingin membunuh? Ah, alkohol itu semakin buatku bodoh. Tapi perkataan dia setelah itu benar-benar mengejutkanku. Dia menyebut nama Fanny! Dan dia mengatakan ingin membunuhnya. Ah, kerjasama alkohol, adrenaline, sakit mata, haus, hingga libido ternyata bisa membuatku gila.



****
Dan siang itu aku menemukan diriku terbangun dalam keadaan bugil. Dan seseorang berambut panjang pulas dalam selimutnya disebelahku. Ruangan itu kecil, tapi cukup besar untuk sebuah kasur berukuran sedang, lemari baju, meja rias, kamar mandi dan tentu saja menyelundupkan seorang pria. Hah, aku baru sadar! Saat Vika terbangun dan memelukku. Ia lalu dengan langkah gontai membuka lemarinya dan memakai sebuah kaos bergambarkan si karakter bodoh Spongebob lengkap dengan warna kuningnya. Kepalaku terasa masih tertinggal di tempat tadi malam. Kupingku masih berdenging ria. Dan dari semua yang kurasakan tadi malam, hanya libidoku yang menghilang entah kemana.

Kalimat pembukaan dari Vika seolah menamparku. Ia memintaku membantunya membunuh Fanny. Whatthef*ck? Ia mengatakan kalau dia ingin Pak Fajar menjadi pacarnya, agar semua kebutuhannya bisa terpenuhi. Dan aku? Aku akan menjadi pacarnya, untuk membantu dia menghabiskan uang dari Pak Fajar, dan tentu saja membantu dia menyelesaikan libidonya. Ia sudah menyiapkan rencana, dan aku yang akan melakukannya. Dijabarkan satu-satu rencananya.

Aku tersenyum, rencana itu terlalu bodoh. Aku punya rencana lebih baik! Dan segera kujelaskan semuanya padanya, Layaknya mengarang sebuah permainan, aku membuat rencana pembunuhan itu layaknya sesuatu yang sangat seru dan sayang untuk dilewatkan. Terlihat dari wajahnya, Vika terkejut mendengar semuanya. Dan entah mengapa aku menikmati itu. Seolah dilempar kembali ke kenangan lama, dimana aku pertama kali menumpahkan darah dengan tanganku sendiri.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home