Sunday, October 26, 2008

Sebuah Kisah Awan : Ibuku [KISAH 2]

Dibuka kemeja putih yang tak lagi putih itu. Bagian lengan dan leher kemeja itu kusam oleh sekaan keringatnya. Awan menatap tubuh kecilnya di dalam cermin. Kecil, ringkih, rapuh.

Sebuah Kisah Awan :
Prolog
Kisah 1


Panas sekali siang ini. Ih, badanku lengket semua. Kemeja putih itu aku gantung, katanya harus dipakai lagi besok. Satu kemeja itu harus dipakai dua hari, kata ibu padaku. Supaya tidak dicuci setiap hari dan karena memang aku hanya punya 2 kemeja untuk di pakai secara bergantian. Celana? Tentu saja baru diganti setelah satu minggu. Setelah celana berwarna biru tua itu terlihat semakin tua.

Ibuku yang kumaksud bukan ibuku. Maksudku, ibu itu bukan ibu kandungku. Jadi aku bukan anak yang dilahirkannya. Waktu aku kecil, ibu menjemputku dari rumahku. Orang-orang menyebutnya panti asuhan, tapi buatku itu namanya rumah. Dan aku lalu disekolahkan ibu di sebuah sekolah yang cukup terkenal di daerahku. Ibu juga yang sering mengajariku pelajaran sekolahku. Ibu memang baik, tapi saat sedang tidak baik, ia menjadi jahat denganku.

Ku lalu mengambil gelas di rak piring, membuka pintu kulkas, lalu berjongkok untuk menuangkan air minum. Ya, aku haus sekali! Dan kucuran air di gelas bening itu benar-benar menggodaku. Seolah memintaku untuk meneguknya secepatnya, dan kuturuti kemauannya! Glek-glek-glek, air dingin itu membahasi bibir, lidah, tenggorokan dan setiap sela-sela mulutku. Segar rasanya. Dan saat kucuran air dari botol sedang mengisi gelas untuk yang kedua kalinya, tiba-tiba aku mendengar suara ibu. Mengejutkan, mengagetkanku!

Ibu bertanya mengapa aku baru pulang jam, dan refleks mataku untuk melihat pada jam di dinding. Ya, sudah jam setengah tiga lewat, dan itu berarti aku terlambat lebih dari tiga puluh menit dari jadwal biasanya. Dan itu berarti juga aku akan dimarahi dan berujung hukuman. Ah, cepat-cepat aku teguk air digelas itu dan berdiri untuk mencoba bernafas, setelah beberapa detik terakhir aku lebih memilih untuk memikirkan alasan aku terlambat daripada bernafas.

Berdiri, dan belum menjawab pertanyaan ibu. Hingga ibu mengulang kalimat yang sama. Hanya untuk tau, mengapa aku terlambat pulang. Dan dalam waktu sepertiga-ratus-lima-belas-detik aku menjawab yang sejujurnya.

Aku lalu bercerita tentang uang terakhirku,
bercerita tentang anak kecil di pinggir jalan itu,
dan bercerita tentang betapa hausnya aku.
Ditutup dengan sebuah senyum tulus dan wajah lelah dan lapar.
Sambil berdoa kalau ibu sedang baik suasana hatinya.

Dan yang terjadi memang tak seindah harapan, ibu hanya meneriakkan satu kata. Ia tidak percaya aku, ia bilang aku berbohong. Dan aku menunduk diam. Bukan karena aku berbohong, tapi karena aku tak berani menatap ibu saat ia marah. Dan aku pun masih tertunduk diam saat sebuah bayangan tangan memukul wajahku dari bawah. Ibu bilang, kalau lagi dinasehati, aku harus melihat dia. Dia tidak mau aku menunduk dan tidak mendengarkan dia. Penuh takut aku mendongak dan menatap wajahnya. Dalam-dalam. Dan ceramah itu dilanjutkan. Masih saja membahas hal yang sama, bahwa aku ini pembohong. Dan kejutan kembali datang, ketika ibu membentakku karena katanya aku melihatnya dengan mata menantang.

Ahh, mana berani aku menantang ibu? Uang jajanku dari ibu. Baju aku dicuci ibu. Makanan aku dimasak ibu. Dan ibu juga yang memegang hak untuk menentukan aku makan atau tidak. Dan aku memilih menantang dalam keadaan seperti itu? Hahaha... Tapi makanan itu ternyata memang tak rejekiku. Untung aku tak sempat mengintip ke dalam tudung saji, karena aku bisa semakin kelaparan jika tahu apa menu masakan hari itu. Dan juga karena ibu juga akan memarahi aku jika mengintip-intip tudung saji.

Ah, aku menyesal memberikan uangku pada anak kecil tadi.

Guru sekolah mingguku berbohong! Katanya jika aku berbuat kebaikan, maka akan mendapat kebaikan. Coba kalian pikir, aku sudah berusaha menahan haus ku dan harus berjalan kaki selama satu setengah jam dalam keadaan panas. Karena apa? Karena berbuat baik untuk anak kecil tadi. Uang terakhirku aku berikan padanya. Tapi ini yang Tuhan berikan padaku.

Menahan lapar, aku menuju kamar dan membongkar tas ku. Mengeluarkan buku-buku yang ada di dalamnya. Dan tiba-tiba semua gelap. Aku mengantuk tampaknya. Dan aku tertidur kayaknya. Terbuang terbang ke dunia lain. Harapku!

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home