Thursday, May 14, 2009

Sebuah Kisah Awan : Seharusnya Masih [Kisah 5]

Seorang teman pernah bertanya bagaimana aku dengan Vika?
"Seharusnya masih", hanya lirihan kalimat itu terlepas dari bibirku











Sudah dua bulan sejak malam liarku dengan Vika, dan selama seminggu berikutnya jugalah keliaran itu selalu ada setiap malamnya. Bagaimana semua lenguhan, rintihan, rasa sakit, kenikmatan dan keindahan dunia selalu ada tanpa dibalut rasa cinta. Tapi tidak empat minggu terakhir ini. Kamar kosanku kembali menjadi lokasi pembuangan penat dunia. Vika tidak ada kabarnya, aku pun tidak mengabarinya. Hubungan kami sebulan itu seolah bukan apa-apa, dan memang bukan apa-apa tampaknya. Dari awal kujelaskan, aku tidak bisa berbagi cintaku, mungkin ragaku saja yang bisa. Aku tidak bisa mencintainya tapi bersedia bercinta berkali-kali dengannya.

Seorang teman pernah bertanya bagaimana aku dengan Vika? Mengingat bagaimana aku dekat dengannya beberapa waktu lalu, seringnya aku mengantarnya pulang dengan sedan bututku itu, dan bagaimana Vika datang ke kantor memberi kejutan makan malam. "Seharusnya masih", hanya lirihan kalimat itu terlepas dari bibirku. Raut bingung tampak di wajah temanku. Aku tersenyum tanpa arti dan beban. Lalu meninggalkannya.

Seharusnya Masih
Ciptaan : Awan

Dan aku tersenyum tanpa arti
saat temanku bertanya tentang hati
milikku yang dulu milikmu
diriku yang dulu milikmu

Dan aku berlalu tanpa sakit di hati
saat temanku tanyakan semua ini
dirimu yang dulu milikku
diriku yang dulu milikmu



Reff:
Dan aku hanya bisa berlirih
"Seharusnya Masih"
karena tidak ada masalah antara kita

Dan aku hanya bisa berbisik
"Seharusnya Masih"
karena kita selalu bercanda penuh mesra

waktu dulu, waktu itu
waktu kini, seharusnya masih!



Ku lalu berbaring, letakkan buku kecil, bolpen dan gitarku di sisiku. Gitar itu dingin, sedingin suasana saat ini. Pandanganku nanar ke langit-langit, masih tak tahu apa yang terjadi. Mungkinkah trauma masa kecil yang antarkan aku menjadi ini. Temanku sukses menyentil hatiku, bertanya tentang Vika. Sungguh, wanita itu layaknya virus baru bagi seorang ilmuwan. Mereka harus menelitinya sedemikian rupa agar tahu segala macam sifatnya, mempelajarinya, dan menjinakkannya. Sayang aku tidak seberuntung itu untuk bisa mengerti virus yang satu ini. Banyak dari mereka yang singgah di hidupku, tapi tidak dihatiku. Datang dan hilang.

Dan seharusnya aku masih dengannya. Haha. Lama-lama pikiran ini membuatku gila. Terbang perlahan menuju masa dimana tiada cinta sama sekali dalam hariku. Dan dingin gitar itu menghangatkanku.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home